Anehnya, mereka tidak dapat
mengambil kata sepakat tentang subjek mana yang paling penting. Mereka akhirnya
memutuskan agar semua murid mengikuti seluruh mata pelajaran yang diajarkan.
Jadi, setiap murid harus mengikuti mata pelajaran memanjat, terbang, berlari,
berenang, dan menggali.
Sekolah pun dibuka dan menerima
murid dari pelbagai pelosok hutan.
Pada saat-saat awal dikabarkan
bahwa sekolah berjalan lancar.
Seluruh murid dan pengajar
di sekolah itu menikmati segala kebaruan dan keceriaan.
Hingga tibalah pada suatu
hari yang mengubah keadaan sekolah itu.
Tersebutlah salah satu murid
bernama Kelinci. Kelinci jelas adalah binatang yang piawai berlari. Ketika mengikuti
kelas berenang, Kelinci ini hampir tenggelam. Pengalaman mengikuti kelas berenang
ternyata mengguncang batinnya.
Lantaran sibuk mengurusi
pelajaran berenang, si Kelinci ini pun tak pernah lagi dapat berlari secepat
sebelumnya.
Setelah kasus yang menimpa
Kelinci, ada kejadian lain yang cukup memusingkan pengelola sekolah. Ini melanda
murid lain bernama Elang. Elang, jelas, sangat pandai terbang. Namun, ketika
mengikuti kelas menggali, si Elang ini tidak mampu menjalankan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun harus mengikuti les perbaikan menggali.
Les itu ternyata menyita waktunya sehingga ia pun melupakan cara terbang yang
sebelumnya sangat dikuasainya.
Demikianlah, kesulitan demi
kesulitan ternyata melanda juga ke diri binatang-binatan lain, seperti bebek,
burung pipit, bunglon, ular, dan binatang kecil lain.
Para binatang kecil itu tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing.
Ini lantaran mereka dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami
mereka.
http://nomor1.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar